(Prolog)
Gadis, bermata hitam dan tatapan yang lekat pada apapun dipandangnya. Tak ada satupun yang tahan dengan kelekatan matanya itu, tak manusia, tak hewan. Inilah yang membuat sang gadis bermata lekat tak mampu memiliki kelekatan dengan apapun di dunia ini. Dia sendiri, punya ayah ibu namun sebatang kara. Sejak lahir matanya memang sudah macam itu, ibunyapun tak tahan dengannya. Dia hanya ditaruh dalam box, matanya diikat setiap diberi makan, dimandikan ataupun digantikan cawan. Menjelang besar dan mulai sekolah, ayahnya membelikan ia kacamata hitam, menghindari masalah dengan mata anaknya itu. Guru yang belum mengerti, tentu bermasalah dengan kacamata itu, namun ketika dilihatnya sepasang yang lekat tersebut, lekas-lekas ia diminta mengenakannya kembali. Tumbuhlah sang gadis dengan kacamata hitam yang menempel demikian di wajahnya.
Tak ada yang tahan memang dengan pandangan matanya yang begitu terasa melekat itu, seolah pandangan mata itu merangsek masuk ke dalam jiwa lawan pandangnya, menelusur ke dalam hati.
Gadis, bermata hitam dan tatapan yang lekat pada apapun dipandangnya. Tak ada satupun yang tahan dengan kelekatan matanya itu, tak manusia, tak hewan. Inilah yang membuat sang gadis bermata lekat tak mampu memiliki kelekatan dengan apapun di dunia ini. Dia sendiri, punya ayah ibu namun sebatang kara. Sejak lahir matanya memang sudah macam itu, ibunyapun tak tahan dengannya. Dia hanya ditaruh dalam box, matanya diikat setiap diberi makan, dimandikan ataupun digantikan cawan. Menjelang besar dan mulai sekolah, ayahnya membelikan ia kacamata hitam, menghindari masalah dengan mata anaknya itu. Guru yang belum mengerti, tentu bermasalah dengan kacamata itu, namun ketika dilihatnya sepasang yang lekat tersebut, lekas-lekas ia diminta mengenakannya kembali. Tumbuhlah sang gadis dengan kacamata hitam yang menempel demikian di wajahnya.
Tak ada yang tahan memang dengan pandangan matanya yang begitu terasa melekat itu, seolah pandangan mata itu merangsek masuk ke dalam jiwa lawan pandangnya, menelusur ke dalam hati.
Hidupnya tak bisa dibilang normal, tidak jika seluruh waktunya harus memandang dengan nuansa hitam dari balik kacamatanya itu. Ia punya beberapa teman pada setiap babak usia. Semua temannya ia anggap berkulit hitam, karena memang begitu ia melihat. Namun sedekat apapun ia dengan apa yang disebut teman, tak pernah ia merasa hubungan yang tak berbatas, tak terhalangi, semua sama saja dengan selapis hitam itu di depan matanya. Batas. Tak ada pula barang secuilpun temannya yang ingin melepas batas itu. Ia selalu dianggap sebagai gadis misteri dengan sesuatu yang pasti aneh di balik kacamatanya. Demikianlah ia sendiri.
Mungkin adapula yang bertanya, jika ia memang gadis dengan kesendirian, mengapa kemudian aku bisa menceritakannya? Seolah aku benar betul mengenalnya. Atau jika kalian tidak terpikir akan hal itu, apakah pertanyaan tersebut menjadi semacam pencerah logika? Semacam pertanyaan yang turut dipertanyakan kembali. Baiklah, aku memang mengenalnya. Siapa dan bagaimana aku mengenalnya, nanti kalian juga tahu. Lagipula aku hanya ingin bercerita tentangnya, bukan tentangku. Jika aku kemudian menyempal sedikit-sedikit di kisah ini, anggaplah itu sebagai keharusan yang tak terhindarkan.
Apa kalian sudah mengerti maksud dari “pandangan mata yang melekat” ini? Tampak ada baiknya jika aku memperjelas sejenak pada kalian. Kedua matanya memang terlihat normal, paling tidak jika dilihat sekilas-sekilas. Secara fisik matanya ini sama seperti adanya, dua buah, kanan kiri dengan ukuran dan proporsi yang sempurna. Aku pernah mengamatinya, dan biar kuberitahu sedikit rahasia pada kalian; Matanya indah, teramat indah bahkan. Namun itu tadi yang kujelaskan sebelumnya, saat matanya mulai memandang, sudahlah takkan ada yang tahan terhadapnya. Pandangan mata itu seperti tiba-tiba saja masuk, melekat pada dirimu, mengobrak-abrik isi jiwa di dalamnya dan tak ada yang tahan terhadap pengalaman tersebut, tak juga bapak ibunya.
Gadis ini, tanpa kedua mata indah itupula, sebenarnya memiliki wajah yang terlalu cantik. Kecantikan yang membuat tak sedikit pria merasa tertarik, mencoba membuka misteri di dalam diri sang gadis. Tak ada yang mampu, sebenarnya aku tak perlu memberitahu ini. Tentu jelas kalian mengerti penyebabnya, tak lain adalah ketika kacamata hitam itu ditanggalkan.
Aku menceritakan kisah ini, untuk berjaga saja, kalau-kalau suatu masa kalian bertemu dengannya. Tak perlulah kalian lari karena ia juga tidak menyeramkan, ia takkan memakanmu. Kalau sampai kalian sempat berbincang, dan ada satu dari kalian yang mampu memandang lekat matanya itu, tolong ceritakanlah satu itu padaku.
Bersambung
Ario Sasongko
Mungkin adapula yang bertanya, jika ia memang gadis dengan kesendirian, mengapa kemudian aku bisa menceritakannya? Seolah aku benar betul mengenalnya. Atau jika kalian tidak terpikir akan hal itu, apakah pertanyaan tersebut menjadi semacam pencerah logika? Semacam pertanyaan yang turut dipertanyakan kembali. Baiklah, aku memang mengenalnya. Siapa dan bagaimana aku mengenalnya, nanti kalian juga tahu. Lagipula aku hanya ingin bercerita tentangnya, bukan tentangku. Jika aku kemudian menyempal sedikit-sedikit di kisah ini, anggaplah itu sebagai keharusan yang tak terhindarkan.
Apa kalian sudah mengerti maksud dari “pandangan mata yang melekat” ini? Tampak ada baiknya jika aku memperjelas sejenak pada kalian. Kedua matanya memang terlihat normal, paling tidak jika dilihat sekilas-sekilas. Secara fisik matanya ini sama seperti adanya, dua buah, kanan kiri dengan ukuran dan proporsi yang sempurna. Aku pernah mengamatinya, dan biar kuberitahu sedikit rahasia pada kalian; Matanya indah, teramat indah bahkan. Namun itu tadi yang kujelaskan sebelumnya, saat matanya mulai memandang, sudahlah takkan ada yang tahan terhadapnya. Pandangan mata itu seperti tiba-tiba saja masuk, melekat pada dirimu, mengobrak-abrik isi jiwa di dalamnya dan tak ada yang tahan terhadap pengalaman tersebut, tak juga bapak ibunya.
Gadis ini, tanpa kedua mata indah itupula, sebenarnya memiliki wajah yang terlalu cantik. Kecantikan yang membuat tak sedikit pria merasa tertarik, mencoba membuka misteri di dalam diri sang gadis. Tak ada yang mampu, sebenarnya aku tak perlu memberitahu ini. Tentu jelas kalian mengerti penyebabnya, tak lain adalah ketika kacamata hitam itu ditanggalkan.
Aku menceritakan kisah ini, untuk berjaga saja, kalau-kalau suatu masa kalian bertemu dengannya. Tak perlulah kalian lari karena ia juga tidak menyeramkan, ia takkan memakanmu. Kalau sampai kalian sempat berbincang, dan ada satu dari kalian yang mampu memandang lekat matanya itu, tolong ceritakanlah satu itu padaku.
Bersambung
Ario Sasongko