“Bagaimana rasanya jatuh?”
Dia diam sebentar, tersenyum, mengawangkan pandangannya ke arah biru dengan gurat-gurat serat putih yang melapisinya.
“Manis.”
“Baguslah kalau begitu.”
Kami berdiri di sebuah jembatan kayu panjang, entah siapa yang lebih dulu ada, entah jembatan ini atau manusia yang hidup di dunia. Warnanya cokelat dengan bercak-bercak hitam yang sudah semakin menua. Jembatan ini begitu panjang, sangat panjang sampai batas pandang mata pun tak mampu melihat ujungnya. Di kejauhan, kita hanya bisa menerka-nerka saja apa yang menanti di ujung sana.
Dia diam sebentar, tersenyum, mengawangkan pandangannya ke arah biru dengan gurat-gurat serat putih yang melapisinya.
“Manis.”
“Baguslah kalau begitu.”
Kami berdiri di sebuah jembatan kayu panjang, entah siapa yang lebih dulu ada, entah jembatan ini atau manusia yang hidup di dunia. Warnanya cokelat dengan bercak-bercak hitam yang sudah semakin menua. Jembatan ini begitu panjang, sangat panjang sampai batas pandang mata pun tak mampu melihat ujungnya. Di kejauhan, kita hanya bisa menerka-nerka saja apa yang menanti di ujung sana.