Ario sasongko
  • Home
  • BUKU
  • Tulisan, Pikiran
  • Cerita Pendek
  • Hubungi Saya

Tanah

31/7/2013

0 Comments

 
Dua hari sudah Bapak mengigau di atas kasur. Tak ia peduli pada perkara lain-lainnya, tak juga makan, minum, buang air, sendawa dan segala macam itu. Ia hanya berbaringan saja, tak sudi buka mata dan panas badan yang lebih banyak naik ketimbang turun. Anak-anak kesemuanya sudah berkumpul, itu terjadi amat segera setelah Dul mengirimkan pesan kawat yang isinya berpotongan singkat betul: “Bapak. Kalian. Sakit. Tak Sudi. Dibawa. Ke. Dukun Sehat. Cepat. Urus. Sini.” Dul ini sebenarnya sekedar tetangga yang ketimpa urusan untuk menjaga Bapak. Ia mendapat uang tiap bulan sebagai ganti kerugian atas segala kesusahan itu. Orang seperti Dul ini memang sudah perlu, terutama setelah Emak meninggal dan anak-anak bapak tak ada yang seorangpun sudi untuk balik lagi ke kandang sini, kampung bekas wilayah pabrik gula yang bangkrut akibat pekerjanya yang membelot.

Seperti halnya pesan yang dikirim dengan singkat-singkat demikian itu, anak-anak Bapak juga semuanya datang dalam waktu yang singkat. Datangnya mereka ini kebetulan juga disesuaikan dengan urutan lahir, pertama yang sulung datang, lalu disusul adiknya yang perempuan, lalu adiknya yang laki-laki, lalu adiknya yang perempuan dan si bontot datang paling belakang, laki-laki. Lakon kedatangan merekapun semuanya sama: Dalam suasana tenang, tiba-tiba pintu depan terjengkang dan gaduh, dari balik pintu itu si anak muncul.

Read More
0 Comments

Abah

31/7/2013

0 Comments

 
Orang-orang boleh panggil ia Abah. Tak ada yang tahu umurnya, mungkin sudah lebih 100 tahun, karena menurut pengakuannya (dan semoga benar), ia sudah hidup sejak zaman Belanda menjajah, Jepang menjajah, Proklamasi, Agresi Militer 1 dan 2, Konferensi Meja Bundar, Soeharto dilantik, dan seterusnya, dan seterusnya. Tak ada yang berani tak percaya pada apa yang dijadikan pengakuannya itu. Barangkali sebagian besar memang enggan kualat, maklum Abah ini sudah tua dan gemar bersumpah. Sebagian besar lainnya tentu adalah orang-orang yang waras, yang paham betul usia Abah, yang dalam perhitungan matematika sudah patutlah Abah hidup bergelimang peristiwa sejarah semacamnya. Tak bisa dipungkiri pula bahwa apa yang sering diujarkan Abah ini lebih banyak benarnya dan harus diakui pula ia berfaedah daripadanya. Sebagai orang yang uzur sedemikian itu, Abah sudah tak punya lagi pekerjaan selain jalan saja keliling kampung. Pekerjaannya inilah yang membikin Abah lantas mudah terkenal, terlebih atas segala macam perlakuan yang ia tunjukkan pada seisi di dalam kampung itu.

Abah paling gemar memberi komentar kepada yang muda-muda. Ini terutama, karena menurutnya bangsa ini boleh mendapat kemerdekaan akibat perlakuan orang-orang muda di masa lalu. Dalam pekerjaannya berkeliling kampung ini, Abah sering merapat sampai beberapa kali dan dalam merapatnya ini ia mulai banyak-banyak mengutarakan kisah.

Read More
0 Comments

Suku Darah

31/7/2013

0 Comments

 
Ini rumah sakit punya cara yang menyeleweng. Ia menabungkan darahnya dengan dibagi-bagi dan diurutkan seusai dengan sebuah ketentuan. Pemiliknya sudah berketetapan demikan semenjak rumah sakit  ini dibangun.

“Sodara mau menyumbang darah.”
“Ya, betul.”
“Sodara pernah menyumbang di sini sebelumnya?”
“Pernah.”
“Jadi benar sodara datang kesini bukan karena ancaman?”
“Betul.”
“Bukan karena paksaan dan murni atas kesadaran sanubari sodara sendiri?”
“Persis demikian.”
“Sodara tidak dalam pengaruh obat-obatan?”
“Tidak.”
“Tidak juga karena pengaruh putus asa dan hilang harapan atau hendak cari kemungkinan bunuh diri?”

Read More
0 Comments

Ganti Nama, Oei!

31/7/2013

0 Comments

 
Orang-orang sini sudah keburu ganti nama semua. Heran benar aku, sebenarnya begitu, lebih-lebih himbauannya saja baru keluar dari mulut Menteri Sosial, Moeljadi, sejak kemarin minggu. Sebenarnya pun bukan benar-benar keluar dari mulutnya, ia menulis himbauan itu di koran, atau menyuruh bawahannya buat menulisnya dan minta dikirim ke koran. Ia minta kami-kami yang masih nama Tionghoa ini bisa lekasan membaur dan lebih baiknya membaur itu jika kami-kami yang Tionghoa ini buru-buru ganti nama. Apa sih sebenarnya kegunaan ganti nama itu, biar ganti jadi nama Arab sekalipun, aku ini masih saja sipit, kulit kuning, rambut lemas. Karena tak sempat kutemukan kegunaan inilah, aku putuskan saja untuk urung mengganti-ganti namaku yang sudah tiga huruf pendek ini saja. Dipanggilnya pun kelewat mudah.

“Oei!”

Beginilah maksudku. Aku bisa dipanggil dengan singkat dan tak merepotkan itu.

Read More
0 Comments

JIAU-OA NEGERI DI SELATAN

31/7/2013

0 Comments

 
Catatan yang saya dapat dari dinasti Tang, rupanya tak tepat. Tanah ini bukan Ka-Ling, saya bisa pastikan itu bahwa mereka ini memang hindu, tapi bukan berasal dari Kalinga, bukan juga disebut orang Kling. Mereka ini jenis berbeda. Saya coba untuk menjajakinya dan yang paling tepat, mereka ini disebut orang Jiau-oa. Saya sudah coba ikuti penggambaran yang masuk dalam catatan-catatan Dinasti Liu Song, Liang, dan Tang. Tak salah lagi memang ada negeri ini di selatan. Di samudra selatan. Biar begitu, jalur yang saya halu agak berbeda dengan catatan yang sudah-sudah. Saya menempuhnya dari timur ibukota. Perjalanan menuju timur ibukota ini sekiranya makan waktu satu bulan penuh jika kau berjalan seharian dan istirahat hanya malam, kecuali untuk makan. Dari lautan di timur ibukota inilah pelayaran dimulai. Butuh sekitar satu satu setengah bulan untuk mencapai Pulu Kondor. Dari sana perlu perjalanan 15 hari untuk sampai di Da-zi. Setelahnya perlu 15 hari lagi menuju tenggara untuk sampai di jiau-oa ini. Umumnya negara-negara di selatan ini terletak di bagian barat daya Jiaozhi. Negara terdekat jaraknya terkira 3 sampai 5 ribu li, dan terjauh antar sekitar 20 sampai 30 ribu li. Sementara Jiau-oa ini bisa sampai 24 ribu li.

Read More
0 Comments

Jendela

31/7/2013

0 Comments

 
“Semua pasti beres.”

Pergilah kau kemudian di malam bolong, menghilang bersama lolongan anjing yang begitu panjang sampai aku tak sadar kapan berakhirnya. Sejak itu, setiap malam aku selalu termenung di samping jendela, menanti sebuah jawaban. Dari balik jendela ini, mataku tak berhenti melekat pada pagar depan rumah kita, yang begitu rendah, hingga dengan mudah orang-orang menerobos masuk. Aku menantikan masa ketika kau buka pagar itu dari luar sana, dan kembalilah kau padaku. Aku hanya ingin kau kembali, meski sebagai nyawa yang lepas dari raga, dan menjawab segala hal yang telah mengubah hidupku serta hidup anak kita.

Dari mana aku harus memulai ini?  Jika saja aku mengatakan bahwa segalanya berubah sejak malam itu, mungkin anggapan ini tak pula terlalu tepat kukemukakan. Jauh-jauh hari memang kau sudah memperingatkannya, agar aku membawa anak kita yang bahkan masih jauh dari gadis, untuk mengungsi ke rumah kakakku di Jakarta. Aku tak pernah rela, aku tak sudi berjauh-jauh darimu, dengan alasan apapun. Namun, sepertinya takdir ini memang tak dapat ditolak dan kaulah yang lantas pergi jauh bersama nasib yang memang ingin seperti begini adanya. Sejak malam itu, kau tak pernah lagi pulang, kini anak kita sudah sarjana, tak sekalipun ia menanyakan bapaknya. Aku pernah menelponnya sekali. Ia bilang, ia ingin pergi ke laut. Mencari bangkaimu barangkali. Semoga ia tak menjadi palu dan arti pula, sama sepertimu.

Read More
0 Comments

SURAT PEMBAWA HUJAN

31/7/2013

0 Comments

 
Rupawan terkasih,

Suratmu sudah sampai baik-baik. Tukang surat yang biasa juga sudah baik-baik menyampaikannya padaku. Baguslah jika di sana kau dapat tentram, akupun demikian. Meski, yah, bagaimana aku menyampaikan ini. Em, tentram di sini kurasa tak terlalu enak, terlalu sepi. Sepi memang nikmat untuk beberapa suasana, semua orang butuh bersepi sebentar. Tapi sepi di sini sudah keterlaluan pekatnya dan sesuatu yang sudah keterlaluan tentu manfaatnya jadi tak baik. Kau tahulah tentu apa penyebab sepi itu. Meski demikian itu, paling tidak sekali-sekali semaraklah sepi ini setiap surat yang kau tulis dalam hatimu sampai di tanganku.

Pagi ini memang aku sudah merasakan firasat, bahwa langit mendung. Apa aku sudah pernah bilang, bahwa hari selalu hujan ketika suratmu datang? Ah tentu saja sudah. Aneh memang, terlebih hujan itu turun persis ketika surat itu sampai di tanganku, persis ketika tukang surat menyodorkan surat dan aku menerimanya, persis di saat itulah, hujan mendadak turun lebat. Dan dengan begitu, setidaknya dua minggu sekali kota ini selalu hujan.

Read More
0 Comments

PERBINCANGAN BUNG SEBELUM MEREKA PULANG

31/7/2013

0 Comments

 
Mereka bilang aku suka berperang. Di sini kukatakan lagi, aku tak suka. Aku lebih suka duduk melamun dan merasakan hangatnya kepala Ningsih yang direbahkan di atas bahuku. Aku lebih suka bercinta dengannya, membesarkan anak kami yang sampai tempo hari itu hanya sebatas awang-awang saja.  Aku lebih suka berdansa setiap malam, tenggelam dalam lampu yang sengaja kami temaramkan sambil berpeluk erat. Banyak lagi yang aku suka, tapi bukan berperang. Tapi apakah aku punya pilihan lain? Terlebih ketika orang-orang sibuk berteriak merdeka, sejak Bung Karno membacakan proklamasi kemerdekaan kami, kemudian kemerdekaan itu hendak diambil kembali dari genggaman tangan kami yang masih terkepal erat. Aku tak bisa diam.

“Aku tak ingin anak kita kelak hidup dalam penjajahan, sama seperti yang kita alami.”

Read More
0 Comments

Kisah Tentang Laut

31/7/2013

0 Comments

 
“Aku ingin menulis tentang laut.”
“Apa kau pernah ke laut?”
“Itulah.”
“Apa?”
“Tak pernah.”

Aku jarang bertemunya, walau aku tahu di mana harus mencari gadis itu. Di bawah pohon, dekat sungai dan jembatan berwarna merah di belakang kantin kampus. Demikian pula aku pertama kali melihatnya, sedang duduk membaca buku “Demian” karya Hermann Hesse. Kami berkenalan, entah ini disengaja atau tidak, ia menyapaku lebih dulu saat aku sibuk melempari batu-batu pipih dan menghitung pantulannya di atas air sungai yang tenang.

Read More
0 Comments

    RSS Feed

    The Web Ask Ario Sasongko

    Archives

    September 2015
    July 2013
    December 2011
    November 2011
    August 2011
    December 2010

Powered by Create your own unique website with customizable templates.
  • Home
  • BUKU
  • Tulisan, Pikiran
  • Cerita Pendek
  • Hubungi Saya