Sejak kecil aku memang senang berpikir dan membayang. Salah satunya membayangkan seperti apakah diriku ketika dewasa nanti. Aku tak ingat persis seperti apa bayangan itu ketika aku melakukannya saat kecil, yang pasti aku tak pernah menyangka akan menjadi diriku yang sekarang ini.
Ya, sebenarnya aku tak terlalu senang menulis tentang diri sendiri di internet. Tapi, karena hari ini adalah hari lahirku, biarlah kubuatkan pengecualian kecil.
Aku tak pernah ingat apakah aku punya konsep bernama cita-cita. Waktu masih TK, aku bercita-cita jadi nabi. Untungnya cita-cita itu tak kuteruskan sampai dewasa. Aku ingat pernah berpikir untuk menjadi presiden saja, kira-kira waktu kelas 4 SD. Saat itu kupikir pekerjaan sebagai orang nomor satu di negeri ini, terdengar sangat hebat. Tapi rasanya cita-cita jadi presiden itu tak bertahan terlalu lama, karena setelahnya, aku sama sekali tak pernah mengingat-ingat perihal niatan menjadi presiden itu. Setelahnya, aku tak bisa ingat cita-citaku yang lain. Sama sekali. Apa yang terjadi selanjutnya, adalah hidup berjalan begitu saja, kadang sampai aku tak menyadarinya.
Ya, sebenarnya aku tak terlalu senang menulis tentang diri sendiri di internet. Tapi, karena hari ini adalah hari lahirku, biarlah kubuatkan pengecualian kecil.
Aku tak pernah ingat apakah aku punya konsep bernama cita-cita. Waktu masih TK, aku bercita-cita jadi nabi. Untungnya cita-cita itu tak kuteruskan sampai dewasa. Aku ingat pernah berpikir untuk menjadi presiden saja, kira-kira waktu kelas 4 SD. Saat itu kupikir pekerjaan sebagai orang nomor satu di negeri ini, terdengar sangat hebat. Tapi rasanya cita-cita jadi presiden itu tak bertahan terlalu lama, karena setelahnya, aku sama sekali tak pernah mengingat-ingat perihal niatan menjadi presiden itu. Setelahnya, aku tak bisa ingat cita-citaku yang lain. Sama sekali. Apa yang terjadi selanjutnya, adalah hidup berjalan begitu saja, kadang sampai aku tak menyadarinya.
Jika kupikirkan sekarang, aku jadi agak terheran bagaimana aku bisa menjalani hidup dan mengambil-ambil keputusan daripadanya dan menjadikanku seperti apapun itu sekarang. Singkat saja, kini aku berakhir menjadi penulis. Sempat aku meninggalkannya, merintis kerja kantor di bidang yang jauh berbeda dan sempat aku berkata pada temanku; “Hidup jadi penulis di jaman sekarang? Mau jadi apa?” Semua berjalan normal, aku sangat bisa beradaptasi dan kupikir semua baik-baik saja. Kupikir beginilah aku dengan pekerjaan dan rutinitas yang sewajarnya, berada di jalur yang lurus saja, hidup mandiri mapan dan segala macamnya. Itu berjalan selama hampir 2 tahun, sampai akhirnya tahun lalu hal-hal aneh terjadi dalam diriku. Saat itu aku banyak bertimbang, banyak berpikir, mendatangi banyak orang untuk bertukar pikiran dan segala macamnya. Ya, proses panjang itulah yang membuatku memutuskan untuk mengundurkan diri dari kantor di akhir tahun, dan pada awal tahun ini aku berkata pada diriku “Oh, dan kini saya memutuskan untuk benar-benar jadi penulis. Gawat.” Lebih gawatnya lagi, aku tak mau sembarang jadi penulis, karena aku punya sebuah tujuan dengan keputusanku menjadi penulis ini.
Kehidupanku sebagai penulis, rupanya jauh dari enak. Teman-temanku, bahkan orang tuaku, sampai sekarang rasanya masih beranggapan bahwa aku menganggur. Setiap hari aku bekerja di rumah, banyak baca, riset untuk bahan tulisanku, dan tentu saja menulis. Sayang, konsep kerja semacam ini masih tak dapat dipahami orang. Mereka masih banyak yang berpikir bahwa yang namanya kerja adalah punya kantor, punya gaji bulanan, punya bos, pergi pagi pulang sore, bertemu klien, dan segala yang semacam itu. Pada awalnya aku sering kesulitan untuk menjawab pertanyaan paling umum di seantero nusantara ini; “Kerja dimana sekarang?” Jawabanku dengan kalimat “Saya penulis,” lebih sering mengundang pertanyaan tambahan yang jawabannya tak mudah dipahami semua orang. Tiap malam tidurku tak enak. Bukan karena pertanyaan-pertanyaan semacam itu, melainkan aku meresahkan keputusanku sendiri, apakah aku bisa mencapai hal yang ingin kucapai dengan cara menulis.
Ya, beginilah sekarang. Aku punya hidup yang aneh dengan pekerjaan aneh. Hari ini umurku bertambah, dan kudapati diriku memiliki hidup yang tak pernah kupikir akan jadi begini. Tadinya kukira hidupku akan sangat normal. Rupanya tidak.
Aku bukan tipe yang merayakan hari lahir. Aku lebih senang untuk diam dan memikirkan hidupku justru di saat seperti ini. Selama setahun ini, aku memiliki sebuah kesimpulan, bahwa mau tak mau hidup akan membentuk kita seperti diri kita sekarang ini. Banyak sekali yang kulalui dalam beberapa tahun terakhir, banyak hal aneh, kegagalan dan segala macamnya. Hidup mengajakku menjalani banyak hal, melihat berbagai hal dan merasakan begitu banyak pemikiran yang berkembang di otakku ini. Segala itulah yang membentuk diriku. Hiduplah yang membuatku punya pemikiran bahwa dengan menulislah aku seharusnya menjalani hidup. Ya, jujur saja, sejak kembali menulis, aku seperti menemukan diriku lagi. Aku semacam menemukan alasan mengapa aku harus hidup, alasan mengapa aku harus lahir, dan alasan mengapa aku harus memperjuangkan hal yang kupikir cuma dapat kucapai dengan cara menulis.
Menulis hanyalah satu-satunya kemampuan yang kupunya. Betapapun anehnya itu, kupikir inilah pilihan yang terbaik. Aku menemukan jawaban itu bukan sepele hanya sekedar memilih pilihan hidup. Justru hiduplah yang menyuruhku untuk begini. Hiduplah yang setahun lalu berkata padaku, membuka mata dan pikiranku melalui banyak pengalaman yang kualami. Selama hampir 2 tahun aku dijauhkan dari menulis, menemukan jalan lain untuk menjalani hidup, tapi justru dengan cara itulah aku menemukan alasan mengapa aku harus menulis. Dan aku kembali.
Aku sadar bahwa banyak yang menganggap keputusanku ini bodoh. Banyak pula yang yakin bahwa segala ini akan sia-sia. Sejujurnya saja, aku tak peduli. Ini adalah alasan mengapa aku membahasnya di blogku. Rasanya kita tak perlu terkekang pada apapun di luar kita untuk menentukan hidup yang ingin kita jalani. Tak perlu ragu atau takut untuk menentukan pilihan dan menerima pilihan itu. Kadang kita menunggu alasan yang tepat, menanti pertanda baik. Tapi, kupikir manusia tak bisa mendapatkan kepastian di dunia ini. Segalanya adalah misteri yang hanya bisa kau pecahkan melalui pilihan hidupmu. Seperti membuka pintu untuk melihat ada apa di balik pintu itu.
Aku mengucapkan ini bukan berarti akan membual pada kalian tentang segala macam urusan motivasi bahwa kita akan berhasil jika kita berusaha, jika kita yakin, atau omong kosong mimpi keberhasilan yang biasa disampaikan Mario Teguh pada sahabat-sahabatnya yang super. Jika pada akhirnya kau gagal, atau tidak mencapai hal yang kau targetkan, itu bukan berarti pilihanmu salah. Mungkin saja memang begitulah hidupmu. Paling tidak sebelum kau mengetahuinya, kau sudah melakukan hal yang tak banyak orang berani lakukan: Memilih jalan hidup seperti yang kau ingin. Mungkin saja jawaban itu bukan di hasil akhir, melainkan proses. Entahlah, setidaknya kau harus sadar, hidupmu hanya sekali dan pendek. Jangan sia-siakan itu untuk melakukan hal yang orang inginkan, bukan hal yang kau inginkan. Perjuangkanlah apa yang kau mau, paling tidak sampai hidupmu benar-benar berakhir.
Sebelum aku menutup tulisan ini, aku harus tekankan bahwa aku mengatakan hal berikut tadi bukan berarti aku sudah berpuas diri hanya dengan menentukan jalan hidup. Kupikir menentukan jalan hidup adalah satu hal, menjalaninya dengan bersungguh-sungguh adalah hal lain yang jauh lebih penting. Lagi pula, aku sudah berjanji pada seseorang, 14 tahun dari sekarang aku harus mencapainya atau aku akan terlihat payah. Aku tak suka terlihat payah.
Beranilah memilih. Tak perlu takut seaneh apapun pilihan itu, dan bersemangatlah menghadapinya.
Selamat lahir, untuk kalian di seluruh dunia ini.
3 Oktober 2012
Ario Sasongko
Inventas vitam juvat excoluisse per artes.
Kehidupanku sebagai penulis, rupanya jauh dari enak. Teman-temanku, bahkan orang tuaku, sampai sekarang rasanya masih beranggapan bahwa aku menganggur. Setiap hari aku bekerja di rumah, banyak baca, riset untuk bahan tulisanku, dan tentu saja menulis. Sayang, konsep kerja semacam ini masih tak dapat dipahami orang. Mereka masih banyak yang berpikir bahwa yang namanya kerja adalah punya kantor, punya gaji bulanan, punya bos, pergi pagi pulang sore, bertemu klien, dan segala yang semacam itu. Pada awalnya aku sering kesulitan untuk menjawab pertanyaan paling umum di seantero nusantara ini; “Kerja dimana sekarang?” Jawabanku dengan kalimat “Saya penulis,” lebih sering mengundang pertanyaan tambahan yang jawabannya tak mudah dipahami semua orang. Tiap malam tidurku tak enak. Bukan karena pertanyaan-pertanyaan semacam itu, melainkan aku meresahkan keputusanku sendiri, apakah aku bisa mencapai hal yang ingin kucapai dengan cara menulis.
Ya, beginilah sekarang. Aku punya hidup yang aneh dengan pekerjaan aneh. Hari ini umurku bertambah, dan kudapati diriku memiliki hidup yang tak pernah kupikir akan jadi begini. Tadinya kukira hidupku akan sangat normal. Rupanya tidak.
Aku bukan tipe yang merayakan hari lahir. Aku lebih senang untuk diam dan memikirkan hidupku justru di saat seperti ini. Selama setahun ini, aku memiliki sebuah kesimpulan, bahwa mau tak mau hidup akan membentuk kita seperti diri kita sekarang ini. Banyak sekali yang kulalui dalam beberapa tahun terakhir, banyak hal aneh, kegagalan dan segala macamnya. Hidup mengajakku menjalani banyak hal, melihat berbagai hal dan merasakan begitu banyak pemikiran yang berkembang di otakku ini. Segala itulah yang membentuk diriku. Hiduplah yang membuatku punya pemikiran bahwa dengan menulislah aku seharusnya menjalani hidup. Ya, jujur saja, sejak kembali menulis, aku seperti menemukan diriku lagi. Aku semacam menemukan alasan mengapa aku harus hidup, alasan mengapa aku harus lahir, dan alasan mengapa aku harus memperjuangkan hal yang kupikir cuma dapat kucapai dengan cara menulis.
Menulis hanyalah satu-satunya kemampuan yang kupunya. Betapapun anehnya itu, kupikir inilah pilihan yang terbaik. Aku menemukan jawaban itu bukan sepele hanya sekedar memilih pilihan hidup. Justru hiduplah yang menyuruhku untuk begini. Hiduplah yang setahun lalu berkata padaku, membuka mata dan pikiranku melalui banyak pengalaman yang kualami. Selama hampir 2 tahun aku dijauhkan dari menulis, menemukan jalan lain untuk menjalani hidup, tapi justru dengan cara itulah aku menemukan alasan mengapa aku harus menulis. Dan aku kembali.
Aku sadar bahwa banyak yang menganggap keputusanku ini bodoh. Banyak pula yang yakin bahwa segala ini akan sia-sia. Sejujurnya saja, aku tak peduli. Ini adalah alasan mengapa aku membahasnya di blogku. Rasanya kita tak perlu terkekang pada apapun di luar kita untuk menentukan hidup yang ingin kita jalani. Tak perlu ragu atau takut untuk menentukan pilihan dan menerima pilihan itu. Kadang kita menunggu alasan yang tepat, menanti pertanda baik. Tapi, kupikir manusia tak bisa mendapatkan kepastian di dunia ini. Segalanya adalah misteri yang hanya bisa kau pecahkan melalui pilihan hidupmu. Seperti membuka pintu untuk melihat ada apa di balik pintu itu.
Aku mengucapkan ini bukan berarti akan membual pada kalian tentang segala macam urusan motivasi bahwa kita akan berhasil jika kita berusaha, jika kita yakin, atau omong kosong mimpi keberhasilan yang biasa disampaikan Mario Teguh pada sahabat-sahabatnya yang super. Jika pada akhirnya kau gagal, atau tidak mencapai hal yang kau targetkan, itu bukan berarti pilihanmu salah. Mungkin saja memang begitulah hidupmu. Paling tidak sebelum kau mengetahuinya, kau sudah melakukan hal yang tak banyak orang berani lakukan: Memilih jalan hidup seperti yang kau ingin. Mungkin saja jawaban itu bukan di hasil akhir, melainkan proses. Entahlah, setidaknya kau harus sadar, hidupmu hanya sekali dan pendek. Jangan sia-siakan itu untuk melakukan hal yang orang inginkan, bukan hal yang kau inginkan. Perjuangkanlah apa yang kau mau, paling tidak sampai hidupmu benar-benar berakhir.
Sebelum aku menutup tulisan ini, aku harus tekankan bahwa aku mengatakan hal berikut tadi bukan berarti aku sudah berpuas diri hanya dengan menentukan jalan hidup. Kupikir menentukan jalan hidup adalah satu hal, menjalaninya dengan bersungguh-sungguh adalah hal lain yang jauh lebih penting. Lagi pula, aku sudah berjanji pada seseorang, 14 tahun dari sekarang aku harus mencapainya atau aku akan terlihat payah. Aku tak suka terlihat payah.
Beranilah memilih. Tak perlu takut seaneh apapun pilihan itu, dan bersemangatlah menghadapinya.
Selamat lahir, untuk kalian di seluruh dunia ini.
3 Oktober 2012
Ario Sasongko
Inventas vitam juvat excoluisse per artes.