Mereka ingin gedung baru, rakyat protes. Mereka ingin toilet baru, rakyat protes. Mereka ingin pesawat baru, rakyat protes. Mereka pergi berbondong ke pelosok dunia, rakyat protes. Mereka menetapkan pajak kepada pengusaha warteg, rakyat protes. Teruslah demikian mereka ingin sesuatu, rakyatpun protes. Heran, sedikitlah paling tidak, aku pada konflik "ingin-protes" ini, karena semua yang mereka inginkan, segala rencana-rencana itu, tak ada hubungannya dengan rakyat. Lalu kenapa kemudian rakyat protes?
Nah inilah yang aku heran lagi. Aku sering membayangkan, apa saja yang bisa dilakukan wakil rakyat untuk orang-orang yang mereka wakilkan, dan sungguh jabatan wakil rakyat itu seharusnya bisa menjadi pekerjaan yang mudah dan mulia. Tentu mereka bertugas membenahi negara ini, dan dengan segala keporak porandaan di negara ini, kemiskinan, kesejangan sosial, pendidikan yang tidak merata, pembangunan yang berat sebelah, dan lain-lain, harusnya banyak sekali yang bisa mereka kerjakan. Harusnya mereka tak perlu berpusing makan gaji buta, seperti tak ada yang bisa dikerjakan, karena banyak sekali yang bisa dibenahi di negeri ini. Lalu, mengapa mereka seperti tak melakukan apa-apa? Dan ini malah selalu sibuk memikirkan kebutuhan mereka sendiri di Senayan sana.
Oh, ataukah justru karena terlalu banyak yang harus mereka benahi, sehingga mereka menjadi stress, penat, dan akhirnya otak mereka menjadi tolol dalam berlogika. Kau tahu, ketika banyak pekerjaan yang kau lakukan, kadang ada saja satu dua hal penting yang terlewat-kadang sekali aku mengalaminya. Mungkinkah selama ini rakyat terlalu keras terhadap mereka, karena harusnya rakyat maklum jika wakil mereka di Senayan sana sedang tolol karena banyak pekerjaan yang harus mereka lakukan.
Aku sungguh tak mau berburuk sangka, namun jika ternyata para wakil rakyat itu tidak sedang tolol karena banyak pekerjaan, maka mereka sungguh tak lain dari biadab yang rakus. Karena tentu saja, ketika orang-orang itu masih banyak yang berak, kencing, dan mandi di bantaran kali, mereka justru menghamburkan milyaran untuk memperbaiki toilet agar nikmat rasanya buang hajat di dalam toilet dengan perabot mulus tanpa cela dan serba mengkilap. Ketika di pelosok sana ratusan sekolah masih beratap bocor berlantai tanah, kebanjiran pula kala hujan, dan sekali dua kali ambruk dan menimpa murid-muridnya sampai mati, mereka justru menghamburkan trilyunan demi gedung baru yang mewah, bersauna, kolam renang, punya kamar pribadi, persis seperti gedung prostitusi kelas atas.
Ada banyak perlakuan yang bisa berguna dengan uang trilyunan seperti yang mereka dapat dari hasil keringat rakyat itu. Aku, jika saja berkesempatan untuk melakukan satu dua hal, tentu ada banyak yang ingin kulakukan, misalnya; Pembangunan infrastruktur bangunan sekolah yang merata di seluruh wilayah Indonesia, meningkatkan taraf hidup guru dengan menaikkan upah minimum, melakukan program workshop usaha mandiri secara nasional untuk para pengangguran dan memberikan dana pinjaman pada mereka, sehingga bisa sekaligus menambah banyak lapangan pekerjaan baru, pembangunan infrastruktur sosial seperti kamar mandi umum, membuat regulasi penyiaran agar semua program televisi harus bertema yang mendidik, membatasi kepemilikan kendaraan pribadi di tiap keluarga, membatasi masuknya produk-produk asing ke indonesia sehingga produk dan usaha lokal dapat berkembang atau paling tidak jika ada produk asing yang masuk, kenakan pajak yang sangat tinggi hingga harganya jauh di atas pasaran dan pajak itu bisa dipakai untuk pembangunan. Yah, itu hanya beberapa di antaranya. Apabila dananya tidak cukup, potong saja gaji wakil rakyat sekitar setengahnya, agar dapat dialokasikan untuk menambah pembiayaan program-program tadi. Jika dananya masih tidak cukup, paling tidak dilakukan secara bertahap, dicicil menurut prioritas, setidaknya itu masih lebih baik daripada tidak sama sekali.
Tentu setelah kalian membaca paragraf di atas, kalian akan berkata bahwa semua itu tidak semudah mengatakannya, butuh proses mekanisme dan berbagai situasi yang harus disesuaikan. Ya, maaf, mungkin karena aku punya banyak waktu untuk menghayalkan kebaikan rakyat, hingga terlalu banyak yang ingin aku lakukan. Sementara itu, semoga memang benar banyak pekerjaan yang dilakukan para wakil rakyat itu, hingga mereka tolol temporer dan terlupa untuk barang sekedar menghayalkan kebaikan rakyat. Dan jika diluar itu, maka resmilah memang mereka disebut sebagai murni biadab yang rakus. Tak perlulah bersusah susah untuk menyadari bahwa tak ada kebaikan yang diperbuat para wakil rakyat ini untuk rakyatnya. Jika pemerintah merilis berbagai data tentang kemajuan bangsa ini, meningkatnya perekonomian, semakin majunya pendidikan, semakin sejahteranya rakyat, seharusnya ada yang datang dan berkata pada mereka bahwa mereka terlalu banyak menghabiskan waktu untuk mempelajari data-data di atas kertas. Pergi sana ke pinggiran kota, dan lihat betapa bodoh dan miskinnya rakyat di sana. Itu saja terjadi di pulau Jawa yang padat penduduk dan paling maju pembangunannya. Janganlah dulu suruh mereka pergi ke pelosok-pelosok terpencil, karena bisa stroke mereka semua melihat nasib rakyat di sana, yang bahkan masih banyak yang tak bisa baca dan tulis.
Mungkin ada di antara kalian, yang sekarang sedang bergumam dan menyindir bahwa aku hanyalah penggumam yang membuang-buang waktu saja. Atau menurut kalian pembahasanku ini klishe dan memang dari dulu tak ada habisnya. Ah sadarkah kalian, jika kemudian terbesit di pikiran kalian bahwa keadaan negara ini memang sudah dari sananya hancur berantakan dan tak dapat lagi diubah dan politik di negara ini memang busuk dan menjijikan hingga malas kalian menyentuhnya, maka kala itu juga kalian harus sadar bahwa bangsa ini sangat celaka. Ya, celakalah bangsa ini jika kebusukan dan pembobrokan dilakukan secara pelan-pelan dan konsisten. Itu sama saja seperti membiarkan luka borok di tubuh anda, tidak diapakan dan diacuhkan hingga infeksi dan bernanah, lama kelamaan menjalar ke seluruh tubuh anda, hingga nanti saat kalian sudah kritis, dokter tak tahu lagi bagian mana yang harus diamputasi dan justru memberikan suntik euthanasia agar anda mati saja bersama busuk luka borok itu.
Ya, jika anda bermasa bodoh, karena merasa bahwa hidup kalian tetaplah nyaman, bisa berinternet dan membaca tulisan ini sambil tertawa meremehkan. Maka satu hal saja yang bisa kusampaikan pada kalian; Bersyukurlah. Karena paling tidak anda tidak merasakan dampak kebusukan ini. Karena paling tidak nanti keturunan kalianlah yang harus tersusah-susah karena kebusukan negara ini, dan saat itu terjadi mungkin kalian sudah mati meninggalkan kegemilangan hidup kalian yang sungguh nikmat itu. Maaf bukannya aku menyumpahi kalian. Anggaplah untuk sementara ini aku sebagai Nostradamus abad 21.
2 Februari 2011
Ario Sasongko
* Semoga setelah tulisanku kali ini, tak ada lagi yang membajaknya.