Entah sudah berapa kali aku menghapus paragraf pertama ini. Aku ingin membuat sebuah pembukaan tentang bagaimana indahnya planet yang kita sebut Bumi. Tentang bagaimana Bumi yang diciptakan sebagai planet paling tentram di sepenjuru galaksi dan satu-satunya tempat yang manusia ketahui untuk dapat bertahan hidup. Bumi diciptakan dengan perhitungan yang luar biasa, terlindung dari bahaya benda-benda langit yang ada di alam bebas sana. Di dalamnya disediakan berbagai sumber kekayaan alam, agar manusia-manusia dapat menggunakannya demi bertahan hidup. Diberikannya pula satu jenis partikel udara untuk kita dapat bernafas dan berespirasi. Tak ada satupun benda langit di seluruh galaksi ini yang lebih baik dari planet yang kita sebut Bumi ini. Tak ada satupun pula dari milyaran benda langit itu yang bisa menghidupi kita, seperti yang sudah Bumi lakukan selama trilyunan tahun. Bumi ini yang begitu indah, tentram dan luar biasa. Aku tak dapat sedikitpun menjabarkannya. Tak pula dengan paragraf yang akhirnya kupertahankan dan kini sedang kalian baca.
Bumi adalah rumah kita. Sebuah ruang untuk berbagi dengan manusia lainnya. Dengan cara itulah manusia dipercaya untuk hidup di atasnya. Damai, tentram, sebuah kesatuan yang utuh dan disebut umat manusia. Namun kini segala demikian itu telah berubah. Mungkin sejak anak-anak Adam bertikai demi nafsu mereka. Kini Bumi yang kulihat dan kurasakan, tidaklah indah seperti apa yang terbayang dalam konsep yang diceritakan oleh setiap orang tua pada anak mereka.
Manusia di atas muka Bumi ini, hidup terdorong oleh nafsu. Satu ruang saja tak cukup bagi mereka. Manusia-manusia mulai saling menindas dan menjajah. Membunuh adalah perkara biasa demi sebuah kepentingan. Negara-negara lahir di seluruh permukaan bundar ini. Agama dan keyakinan bermunculan. Satu negara mulai menjajah negara lainnya. Perbedaan kepentingan menimbulkan peperangan. Penjajahan, perang dunia, pertikaian, perang agama, ras, dan kepercayaan. Nafsu kini dimaterikan berbentuk uang. Sumber daya alam dikeruk habis-habisan deminya. Polusi. Korupsi. Penyelewengan. Penindasan hak untuk hidup. Perbudakan. Penindasan kaum miskin. Perbedaan warna kulit dapat menjadi alasan yang sah untuk bertikai. Kebanggaan terhadap ras yang berujung pembantaian besar-besaran terhadap ras tertentu. Agama dijadikan alasan untuk membenci dan saling membunuh. Fitnah. Konspirasi politik. Serta berbagai macam yang akhirnya membuat Bumi menjadi sebuah tempat yang mengerikan.
Sampai sekarang aku masih tak mengerti mengapa manusia dapat saling membenci. Manusia-manusia ini. Aku dan kau, adalah unit-unit kehidupan yang sangat kecil. Demikian pula Bumi ini yang luasnya tak berarti apa-apa jika dibandingkan dengan alam semesta. Malahan, Bumi ini rasanya terlalu kecil jika dibandingkan dengan luas alam semesta yang tak terbatas. Kita hidup dalam dunia yang begitu kecil, sempit. Lalu mengapa manusia masih pula harus sibuk dengan mengganggu ketentraman hidup manusia lain? Kita hidup di atas planet yang sudah begitu terbatas. Tapi inilah rumah terbaik buat kita. Mengapa kita harus membatasinya lagi dengan perbedaan ras, keyakinan, kepentingan, nafsu dan segala macamnya? Mengapa kita harus menindas manusia lain yang tak punya tempat lagi untuk tinggal kecuali di atas muka Bumi ini? Mengapa tidak kita berbagi dari secuil bongkah benda langit yang kita punya ini? Mengapa harus ada manusia yang berdiri di atas jasad manusia lainnya? Mengapa harus ada manusia yang hidup di pojokan dan tidak diberikan ruang untuk menikmati planet yang diciptakan bagi seluruh umat manusia ini?
Jika hari sedang cerah, sekali waktu perlulah kau memandangi langit di atas sana. Kau lihatlah alam semesta ini, angkasa luar yang begitu luas. Kau lihatlah bintang yang takkan pernah dapat kau jangkau seumur hidupmu. Apakah manusia memiliki arti sama sekali ketimbang alam semesta yang maha besar ini? Kupikir demikianlah masalahnya. Manusia selalu lupa betapa kecilnya mereka dibanding alam semesta ini. Kita lupa bahwa manusia hanya disediakan sebongkah benda langit yang kecil dan terbatas. Tak ada planet lain di alam semesta ini yang bisa kita tempati kecuali Bumi.
Kupikir, apa yang dapat kau lihat dari atas sana, hanyalah sebuah planet berbentuk bundar yang damai, sunyi dan indah. Tak ada perbedaan, tak ada ras, tak ada negara, tak ada keserakahan. Hanya sebuah planet, bernama Bumi.
Manusia di atas muka Bumi ini, hidup terdorong oleh nafsu. Satu ruang saja tak cukup bagi mereka. Manusia-manusia mulai saling menindas dan menjajah. Membunuh adalah perkara biasa demi sebuah kepentingan. Negara-negara lahir di seluruh permukaan bundar ini. Agama dan keyakinan bermunculan. Satu negara mulai menjajah negara lainnya. Perbedaan kepentingan menimbulkan peperangan. Penjajahan, perang dunia, pertikaian, perang agama, ras, dan kepercayaan. Nafsu kini dimaterikan berbentuk uang. Sumber daya alam dikeruk habis-habisan deminya. Polusi. Korupsi. Penyelewengan. Penindasan hak untuk hidup. Perbudakan. Penindasan kaum miskin. Perbedaan warna kulit dapat menjadi alasan yang sah untuk bertikai. Kebanggaan terhadap ras yang berujung pembantaian besar-besaran terhadap ras tertentu. Agama dijadikan alasan untuk membenci dan saling membunuh. Fitnah. Konspirasi politik. Serta berbagai macam yang akhirnya membuat Bumi menjadi sebuah tempat yang mengerikan.
Sampai sekarang aku masih tak mengerti mengapa manusia dapat saling membenci. Manusia-manusia ini. Aku dan kau, adalah unit-unit kehidupan yang sangat kecil. Demikian pula Bumi ini yang luasnya tak berarti apa-apa jika dibandingkan dengan alam semesta. Malahan, Bumi ini rasanya terlalu kecil jika dibandingkan dengan luas alam semesta yang tak terbatas. Kita hidup dalam dunia yang begitu kecil, sempit. Lalu mengapa manusia masih pula harus sibuk dengan mengganggu ketentraman hidup manusia lain? Kita hidup di atas planet yang sudah begitu terbatas. Tapi inilah rumah terbaik buat kita. Mengapa kita harus membatasinya lagi dengan perbedaan ras, keyakinan, kepentingan, nafsu dan segala macamnya? Mengapa kita harus menindas manusia lain yang tak punya tempat lagi untuk tinggal kecuali di atas muka Bumi ini? Mengapa tidak kita berbagi dari secuil bongkah benda langit yang kita punya ini? Mengapa harus ada manusia yang berdiri di atas jasad manusia lainnya? Mengapa harus ada manusia yang hidup di pojokan dan tidak diberikan ruang untuk menikmati planet yang diciptakan bagi seluruh umat manusia ini?
Jika hari sedang cerah, sekali waktu perlulah kau memandangi langit di atas sana. Kau lihatlah alam semesta ini, angkasa luar yang begitu luas. Kau lihatlah bintang yang takkan pernah dapat kau jangkau seumur hidupmu. Apakah manusia memiliki arti sama sekali ketimbang alam semesta yang maha besar ini? Kupikir demikianlah masalahnya. Manusia selalu lupa betapa kecilnya mereka dibanding alam semesta ini. Kita lupa bahwa manusia hanya disediakan sebongkah benda langit yang kecil dan terbatas. Tak ada planet lain di alam semesta ini yang bisa kita tempati kecuali Bumi.
Kupikir, apa yang dapat kau lihat dari atas sana, hanyalah sebuah planet berbentuk bundar yang damai, sunyi dan indah. Tak ada perbedaan, tak ada ras, tak ada negara, tak ada keserakahan. Hanya sebuah planet, bernama Bumi.
Dan di sanalah satu-satunya tempat dimana manusia dapat hidup.
9 September 2012
Ario Sasongko
*Foto diambil dari: www.nasa.gov
Ario Sasongko
*Foto diambil dari: www.nasa.gov