"Aku ingin kembali menulis."
Mendengarnya, kemudian kau menoleh kepadaku. Matamu tersenyum, bibirmu juga, wajahmu apalagi. Namun kau hanya diam, seperti membiarkan aku menerka apa yang kau pikirkan.
Entah mengapa wajahmu tersenyum seperti itu ketika aku mengatakan keinginanku. Aku pula bukan pembaca mata yang baik, sama seperti kau.
Kau tampaknya senang, itupun aku tak tahu pasti. Senyum bisa bermakna banyak hal di dunia ini, bahkan ada pula yang bermakna sebaliknya. Kau tahu kalau aku sangat tidak peka. Berapa lamapun kupikirkan, tetap saja aku tak dapat mengerti senyum itu.
Hanya saja, ketika aku membayangkannya, memikirkan bagaimana kau tersenyum ketika aku mengungkapkan keinginanku untuk kembali menulis, saat itu aku semacam merasa, bahwa tak akan ada hal buruk yang akan terjadi padaku.
15.11.2011
Ario Sasongko
Mendengarnya, kemudian kau menoleh kepadaku. Matamu tersenyum, bibirmu juga, wajahmu apalagi. Namun kau hanya diam, seperti membiarkan aku menerka apa yang kau pikirkan.
Entah mengapa wajahmu tersenyum seperti itu ketika aku mengatakan keinginanku. Aku pula bukan pembaca mata yang baik, sama seperti kau.
Kau tampaknya senang, itupun aku tak tahu pasti. Senyum bisa bermakna banyak hal di dunia ini, bahkan ada pula yang bermakna sebaliknya. Kau tahu kalau aku sangat tidak peka. Berapa lamapun kupikirkan, tetap saja aku tak dapat mengerti senyum itu.
Hanya saja, ketika aku membayangkannya, memikirkan bagaimana kau tersenyum ketika aku mengungkapkan keinginanku untuk kembali menulis, saat itu aku semacam merasa, bahwa tak akan ada hal buruk yang akan terjadi padaku.
15.11.2011
Ario Sasongko